Minggu, 15 Maret 2009

Suara Hati

Suara Hati

I. Tiga Lembaga Normatif
1. Institusi Masyarakat (keluarga, sekolah, negara)
Kita belajar dari keluarga, sekolah, negara dan sebagainya tentang apa yang baik dan yang buruk serta nilai-nilai lain. Nilai-nilai ini dibatinkan dalam diri kita dan dikenal dengan superego.
2. Superego
Superego (yang merupakan teori dari Sigmund Freud) adalah perasaan moral spontan di dalam batin kita. (berasal dari nilai-nilai yang diberikan keluarga, sekolah dan sebagainya yang dibatinkan). Superego menyatakan diri dalam perasaan malu dan bersalah yang muncul secara otomatis dalam diri kita apabila melanggar norma-norma yang telah dibatinkan.
3. Ideologi
Ideologi adalah segala macam ajaran tentang makna kehidupan, tentang nilai-nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Kekuatannya terletak pada pegangannya terhadap hati dan akal kita. (dalam hal ini nilai-nilai agama juga termasuk di dalamnya).

II. Suara Hati
Suara hati adalah kesadaran moral dalam situasi konkret. Kesadaran akan yang baik dan yang buruk dalam situasi nyata yaitu situasi seseorang berhadapan dengan pilihan-pilihan. Suara hati harus selalu ditaati. Tandanya adalah bahwa kita merasa bersalah apabila kita mengelak dari suara hati meskipun suara hati masih dapat keliru.
Suara hati adalah pusat kemandirian manusia. Tuntutan lembaga-lembaga normatif bisa saja membelenggu fisik kita, tetapi tidak dengan hati kita.
Dengan suarah hati, manusia tidak diizinkan untuk menjadi pembeo atau kerbau yang mudah digiring menurut pendapat orang lain. Suara hati membuat kita sadar bahwa kita selalu berhak untuk mengambil sikap sendiri. Oleh karena itu, suatu perintah melawan suarah hati, dari mana pun datangnya, wajib kita tolak.

• Apakah suara hati sama dengan perasaan?
Suara hati bukanlah perasaan. Suara hati bersifat objektif dan selalu memiliki alasan masuk akal mengapa kita mengikutinya. Sedangkan perasaan adalah penilaian subjektif seseorang terhadap kenyataan tertentu. Oleh karena itu, suara hati masih dapat diperdebatkan, sedangkan perasaan adalah urusan masing-masing orang.
Suara hati menuntut pertanggungjawaban rasional. Maka, penilaian kita perlu terbuka terhadap sangkalan dan tantangan.
Dalam mengambil keputusan pun, sebaiknya kita tidak berpedoman atas dasar pendapat kita saja saat itu, melainkan harus mencari informasi dan pertimbangan yang relevan, terbuka terhadap pihak lain dan menanggapinya.
• Bagaimana mendidik suara hati?
Mendidik suara hati itu dengan membaca banyak buku, belajar dari pengalaman, bertanya kepada orang yang lebih banyak pengalaman (bimbingan rohani) dan lain sebagainya.
• Apakah suara hati sama dengan suara Tuhan?
Suara hati disebut sebagai suara Tuhan karena kemutlakannya. Kita tidak dapat menolak adanya suara dalam hati kita yang berbicara. Senang atau tidak, toh suara hati kita akan berbicara saat kita berada pada suatu pilihan. Dan suara hati itu mengarah kepada sesuatu yang baik.
Namun, suara hati bukan merupakan suara Tuhan karena suara hati itu dapat salah. Tuhan tidak dapat salah. Oleh karena itu, suara hati bukanlah suara Tuhan. Suara hati adalah kewajiban mutlak yang harus kita lakukan. Akan tetapi manusia tidaklah mutlak, hanya Tuhan yang mutlak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar