Rabu, 18 Maret 2009

“Waduh Lagi Bolong Nih”

Begitulah kata teman gw saat belajar bareng di kelas 2 SMA Seminari Mertoyudan. “Apa? Bolong. Apanya yang bolong? Ndasmu (kepalamu) ya?” Canda gw ketika itu. “Wooo gak paham ya? Bolong itu kalo lagi belajar tapi ndak masuk-masuk. Waduh bingung aku, besok ada dua ulangan lagi.” Katanya sambil menggerutu. “Ah, ada-ada aja.” Pikir gw dalam ati.
Ya saat itu, gw berpikir bahwa peristiwa “bolong” yang dialami oleh teman gw adalah hal yang dibuat-buat.. Masakan ada otak yang nggak bisa mikir dan nyerap pelajaran saat belajar. Setiap saat kita bisa ngendaliin pikiran dan gw ngerasa bahwa otak gw bisa nyerep apa yang gw pelajari.
Tetapi dalam perjalanan waktu, pengalaman “bolong” ada benarnya juga. Orang bisa “bolong.” Ya sangat-sangat bisa “bolong.” Kok bisa ya? Ternyata sebenarnya hal ini logis juga lho. Ketika otak sudah telalu lelah untuk mikir maka daya kerjanya pun semakin turun. Kelelahan fisik pun bisa mempengaruhi kerja otak. Ya, paling nggak ketika kita lelah, otak pun nggak akan bekerja maksimal. Layaknya seorang Del Piero yang jago main bola sekalipun, kalau dia sedang lelah banget, tendangannya pun nggak akan maksimal. Bola akan gampang ditangkap oleh kiper lawan atau meleset ke kanan kiri gawang. (kecuali kipernya lagi bengong trus bolanya malah masuk ke gawangnya. –ini mah kipernya geblek. Red-). Tapi penyebab lain juga berkaitan dengan kemampuan otak nyerap sesuatu. Ibaratnya kayak komputer yang lagi diisi dengan berpuluh-puluh giga data dalam waktu yang sama, maka komputer itu bisa-bisa muntah, masuk angin dan akhirnya error. (berpuluh-puluh giga, lebai nggak ya?). Kemampuan orang kan beda-beda, jadi cara loadingnya juga beda-beda. Ada yang langsung tapi ada yang bertahap. Pokoknya dikit-dikitlah.
So, masalahnya terletak pada kelelahan otak, fisik serta banyaknya data yang dipaksa masuk saat bersamaan yang melebihi kemampuan otak. Nah, kalo begitu, gw mesti berpikir gimana caranya biar kagak ngalamin yang namanya “BOLONG.” Yah, pasti nggak jauh-jauh dari yang namanya manajemen waktu belajar. Kalo belajar ya mesti setiap hari dan nggak cuma saat mau ulangan. Nggak kebayang deh kalo pas minggu atau hari ulangan, otak kita malah “bolong.” Bisa-bisa kita hanya ndomblong (bengong sambil mangap).
Heheheee….kira-kira gw udah manage waktu belajar belom ya?
Merenunglah!!!

Selasa, 17 Maret 2009

Santai Coy!!!

Santai Coy!!!
Santai aje Man……..
Santai Bro……
Santai Coy, Cuy…
Udah biasa banget kita denger kata ini. Di sekolah, di kantor, di jalan dan juga di rumah, pasti kita udah pernah denger kata itu. Dan banyak juga efek yang diakibatin sama kata ini. Ada yang positif dan ada yang negative. Kok bisa ya? Ya iyalah…masa ya iya dong.
Orang yang terlalu serius, tegang, “strik”, “saklek” de el el perkedel, butuh yang namanya rileks…santai cuy!!! Kalo serius mulu, orang gak bisa nikmatin lagi yang namanya idup. Gila Man, hidup tuh cuma 70 atau 80 tahun jika kuat. (hehehe…kata Mazmur dalam Kitab Suci. Bab berapa ya?…mmm. Ketauan banget kalo gw Katolik hahaha…). Sekarang tuh banyak orang stress, stroke, hipertensi, hiperbola (eh salah) sampe akhirnya orang BUNUH DIRI karena gak bisa nikmatin hidupnya. Stress sama kerjaan jadi bikin hipertensi dan akhirnya stroke. Orang gak tahan sama masalah hidup jadi stress dan bunuh diri.
Mmmmmmm………Sayang banget kan kalo hidup gak bisa dinikmatin, apalagi kalo sampe mati. Jadi NOTHING deh. Padahal banyak banget karya Tuhan yang begitu bagus untuk kita rasain. Buat orang yang kerja mulu dari pagi sampe malem…saatnya bilang STOP dan santailah sebentar. Pergilah dan lihatlah ke lapangan futsal dan bermainlah (inget, ini kalo ada temennya ya). Kamu bisa juga pergi ke taman menikmati indahnya bunga-bunga dan warna rumput yang segar. (Hati-hati banyak semut!!!) Banyak cara deh buat nikmatin hidup….dan kamu tahu ke mana kamu harus pergi…
Orang yang terlalu santai, menunda pekerjaan, meremehkan segala hal dan kurang fokus dalam belajar ama kerjaan, butuh yang namanya keseriusan. Cay…Coy….Cuy……….SADAR!!! HIdup tuh cuma sebentar. Jangan mimpi kayak Chairil Anwar yang pengen hidup seribu tahun lagi. Sayang banget waktu yang dikasi Tuhan cuma dipake buat hal-hal yang gak bermakna. Orang yang terlalu santai akhirnya gak beres kerjaannya. Dipecat deh. Orang terlalu santai akhirnya gak lulus ujian. Ambil Paket C deh. Eh gak lulus juga…jadi stress dan….bunuh diri deh. Sedih amat! Jadi NOTHING juga.
Buat orang yang seharian di depan komputer buat nge game doang…...Saatnya untuk berhenti maen dan SHUT DOWN komputernya….Truzzz ngapainzzz? Ya belajar atau kerjalah.. Buat mereka yang tidur mulu sepanjang hari, di rumah, di kantor, di kelas, di kebon dan sebuagainya…..BANGUN. Belajar dan kerja buat memuji dan memuliakan Tuhan.
Wuihhh uda berbusa ni mulut. Sekarang saatnya kita bertanya sama diri sendiri. Kira-kira gw diposisi mana ya?
Merenunglah!!!!!!!!

Berhala

Berhala adalah patung yang berbentuk makhluk hidup atau benda yg didewakan, disembah dan dipuja, yang bukan atas perintah Tuhan. Dibuat oleh tangan manusia terbuat dari batu, emas, kayu atau bahan baku yang lainnya. Akan tetapi, berhala juga termasuk mahkluk hidup yang disembah, didewakan dan dipuja bukan atas perintah Tuhan.
Pada zaman ini, kata kerja dari memberhalakan berarti memuja dan mendewakan, bisa pula dijadikan menjadi kata kerja yang artinya berbeda lagi, seperti memberhalakan sesuatu tidak selalu berarti bahwa pemujanya mengatakan “inilah tuhan yang harus disembah”. Tidak juga berarti bahwa ia mesti bersujud dihadapannya. Pada dasarnya, menyembah berhala dapat berarti rasa suka seseorang terhadap sesuatu melebihi rasa sukanya kepada Allah. Misalnya, lebih takut kepada seseorang/benda dibanding rasa takut kepada Allah, atau lebih mencintai seseorang/benda dibanding cintanya kepada Allah.
Di setiap masa, selalu ada manusia yang meduakan Allah, mengambil tuhan lain dan menyembah pujaannya atau patung. Pada saat ini, masih ada pula sebagian etnis yang membuat berhala untuk disembah, sebagai simbol, bahkan hanya sekedar untuk dipajang sebagai barang koleksi. (Sumber Wikipedia)
Berhala-berhala di zaman ini
1. Uang. Orang mencari uang terus-menerus dalam seluruh waktu hidupnya dan melupakan Tuhan. Orang Kristen tetap bekerja di Hari Minggu sehingga seakan-akan tidak ada lagi waktu untuk mengikuti misa atau kebaktian.
2. Pekerjaan yang berlebihan (workaholic) yang menyebabkan dia lupa akan kewajibannya sebagai orang beriman. Dalam hal ini termasuk karier yang diagung-agungkan.
3. Harta yang dianggap sebagai segala-galanya.
4. Idola-idola (gara-gara nonton Peterpan di hari Minggu, orang menjadi malas ke Gereja)
5. Acara televisi (Doraemon, Sinchan dan lain-lain di pagi hari yang membuat anak-anak enggan ke gereja). Tentunya acara televisi lain yang membuat orang lupa akan Tuhannya.
6. Game dan internet yang membuat orang lupa akan segalanya sehingga anak-anak dapat menghabiskan waktu sehari penuh di depan layar computer.
Dll. Anda dapat mencarinya sendiri….

Minggu, 15 Maret 2009

Kebebasan dan Peraturan

Kebebasan pada zaman ini menjadi harapan bagi banyak orang. Karena dengan kebebasan ini manusia bisa mengarahkan kepada kesempurnaan. Akan tetapi kebebasan sering disalahartikan dengan bebas berbuat apa saja sekehendak hatinya sehingga adanya peraturan dan kehadiran seseorang yang berwenang dipandang sebagai penghalang atau penghambat bagi kebebasannya.
Kita menjumpai bahwa justru mereka yang mampu memilih untuk mengikatkan diri pada peraturan, kewajiban, tugas dan orang lain, merekalah yang sungguh-sungguh memiliki kebebasan itu. Peraturan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, salah satunya adalah melindungi kebebasan seseorang dari tindakan sewenang-wenang orang lain. Secara singkat fungsi peraturan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.) Peraturan berfungsi menyalurkan kuasa atau wewenang untuk mengatur tingkah laku manusia, sehingga dimungkinkan kehidupan bersama yang lebih tertib.
b.) Peraturan berfungsi menjamin kebebasan yang tertib. Kebebasan yang bertenggang rasa dengan kepentingan orang lain. Peraturan menjamin kebebasan yang bertanggungjawab. Karena kalau orang boleh berbuat apa saja pasti akan mengganggu kebebasan orang lain.
c.) Peraturan berfungsi untuk menjamin ketertiban dalam kebebasan. Ia menjamin kepentingan atau kesejahteraan setiap orang dan kepentingan dan kesejahteraan bersama secara adil. Ia menjamin keadilan sehingga dengan demikian terciptalah suasana yang lapang dan bebas.
d.) Peraturan dapat membangun kepribadian seseorang dalam soal kedisiplinan, tenggang rasa, tahu menahan diri, bersikap sosial dan lain sebagainya.

• Hubungan antara kebebasan dan peraturan
1.) Peraturan menjamin kebebasan yang tertib
Dalam arti ini ingin dijelaskan bahwa kebebasan benar-benar berkembang hanya berkat adanya peraturan.
- Kebebasan masyarakat sungguh terjamin kalau setiap orang mengikuti peraturan yang ada, kalau tidak maka akan terjadi kekacauan dan kalau terjadi kekacauan maka kebebasan dalam masyarakat tidak terjamin lagi.
Contoh : bayangkan kalau tidak ada peraturan lalu lintas. Apa yang akan terjadi.
- Kebebasan pribadi juga tidak akan terjamin kalau dalam masyarakat tidak ada peraturan. Keinginan dan cita-cita tidak akan tersalur kalau kita tidak merasa bebas. Contoh : bagaimana kita dapat belajar kalau suasana sekolah ramai dan tidak teratur. Bagaimana bisa menjadi orang yang disiplin kalau kita di sekolah tidak punya peraturan yang mendidik orang menjadi pribadi yang disiplin. (tuh moderator penting kan)
2.) Peraturan bukan hanya menjamin kebebasan tetapi juga mengembangkan dan mematangkan kebebasan. Dengan peraturan orang dapat menghayati kebebasan yang lebih bertanggung jawab yang dengan begitu kebebasan menjadi lebih dewasa. Bahkan, orang yang matang dalam kebebasan justru menciptakan banyak peraturan untuk dirinya sendiri. Hanya penguasaan dirilah yang membuat kita menjadi manusia yang bebas.

• Sikap kritis terhadap peraturan dan kebebasan
Untuk sampai pada kebebasan dan peraturan yang sejati dan tidak terjerumus dalam kebebasan yang disalahartikan, kita perlu mempunyai daya kritis terhadap peraturan dan kebebasan. Secara singkat alasan mengapa kita harus mempunyai daya kritis terhadap peraturan dan kebebasan adalah sebagai berikut:
- Kita perlu kristis terhadap kebebasan sebab kebebasan sering disalahartikan dan disalahtafsirkan.
- Kebebasan tidak dapat diterapkan secara sama di mana-mana.
- Kita perlu kritis terhadap peraturan sebab banyak peraturan yang tidak sah dan tidak adil.
- Peraturan kadang kala tidak dapat diterapkan secara sama begitu saja di mana-mana dan bagi segala orang.

Kebebasan

Setiap manusia pada dasarnya menginginkan adanya suatu kebebasan dalam dirinya. Manusia dikaruniai kebebasan sebagai anugrah yang luar biasa dari Tuhan selain akal budi. Anugerah-anugerah ini sungguh sangat meninggikan martabat manusia. Kebebasan adalah salah satu ciri khas dari manusia. Dengan kebebasan inilah, manusia mengarahkan kepada kesempurnaan. Kiranya penting bagi kita untuk menyadari dan mendalami kebebasan sejati dalam arti yang sesungguhnya.
Kebebasan baik orang perseorangan maupun bangsa merupakan nilai yang sangat luhur. Oleh karena itu, segala pembatasan yang tidak wajar dan tidak perlu seharusnya ditentang. Tetapi di lain pihak, kebebasan tidak dipisahkan dari tanggung jawab. Menggunakan kebebasan secara salah atau tidak menggunakannya, menjadi tanggung jawab orang itu dan masyarakat atau kelompok yang bersangkutan.
Akhirnya perlu disadari bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas jasmani-rohani dan sosial. Oleh karena itu, kebebasan manusia terbatas juga, sekurang-kurangnya oleh ruang gerak bebas yang menjadi hak sesama manusia. Selanjutnya, akal budi yang sehat menuntut setiap orang supaya tunduk kepada hukum susila dan hukum pergaulan. Bukan karena terpaksa tetapi karena rela dan sadar, bahwa ia mengakui Yang Maha Tinggi sebagai pencipta. Tujuannya adalah bahwa sesama berhak mengecapi kebebasan yang sama seperti dia dan bermartabat seperti dia.

I. Arti dan Fungsi Kebebasan
• Arti Kebebasan
Sudah dikatakan di atas bahwa kebebasan dapat dimengerti sebagai kemampuan untuk bertindak dengan tanpa paksaan. Kebebasan tidak dimengerti hanya sebagai sebuah situasi atau suasana di mana manusia dengan leluasa melakukan sesuatu tetapi dipahami sebagai sebuah kemampuan. Itu berarti bahwa yang namanya kebebasan sudah ada dalam diri manusia secara hakiki. Singkatnya kebebasan adalah suatu kemampuan positif sehingga manusia dengan berbuat baik (atau sekurang-kurangnya dengan tidak berbuat jahat), merealisasikan dirinya menjadi orang yang baik. Inilah tanggung jawab dan tugas manusia yang pokok dan utama. Inilah arti hidup manusia. Maka kebebasan untuk berbuat sesuai dengan keyakinan mengenai yang baik dan yang buruk adalah suatu hak asasi manusia (kebebasan untuk mengikuti suara hati) yang tidak dapat diberi atau diminta orang lain. Bahkan negara pun tidak punya hak untuk mencabut hak ini. Dengan kata lain, kebebasan dapat dirumuskan sebagai kemampuan manusia untuk mengatur perilaku dan kehidupannya menurut kehendaknya sendiri tanpa dibatasi atau dihalangi oleh kemampuan intern (psikis) atau pun oleh hambatan ekstern (paksaan dari pihak luar) yang dapat bersifat sah dan wajar, tetapi juga dapat bersifat tidak sah dan jahat.

• Kebebasan dapat dilihat dalam arti negatif mau pun positif.
a.) Kebebasan dalam arti negatif berarti bebas dari, misalnya bebas dari suatu ikatan atau paksaan untuk menjalankan sesuatu. Sehingga kebebasan itu dapat berbentuk:
# Kebebasan Jasmaniah (fisik) artinya bebas dari suatu ikatan atau paksaan yang bersifat lahiriah seperti : belenggu, penjara dll.
# Kebebasan Kehendak artinya kebebasan untuk menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh jangkauan kemungkinan untuk berpikir. Karena manusia memikirkan apa saja, ia dapat juga menghendaki apa saja.
# Kebebasan Moral artinya bebas dari ikatan atau tindakan yang berupa ancaman-ancaman, larangan dan desakan yang tidak sampai kepada paksaan fisik.
b.) Kebebasan dalam arti positif berarti bebas untuk berbuat sesuatu, khususnya bebas untuk berbuat baik. Seseorang dikatakan bebas kalau:
# Ia bebas untuk menentukan sendiri tujuan-tujuan dan apa yang mau dilakukannya.
# Ia bebas untuk memilih antara kemungkinan-kemungkinan yang tersedia baginya.
# Tidak dipaksa/terikat untuk membuat sesuatu yang tidak dipilihnya sendiri atau pun dicegah untuk melakukan apa yang dipilihnya sendiri oleh kehendak orang lain.
• Fungsi Kebebasan
1. Kebebasan memungkinkan manusia bertindak dan melakukan sesuatu dengan sengaja. Dengan maksud dan tujuan tertentu, dengan kesadarannya bahwa hanya sayalah yang berhak menentukan tindakan ini akan saya lakukan atau tidak.
2. Kebebasan berfungsi untuk memupuk kesadaran moral manusia. Seseorang yang memiliki kebebasan yang sejati akan melihat setiap kewajiban moral sebagai sesuatu yang sangat berguna bagi dirinya dan dikehendaki untuk dilakukan. Mentaati hukum moral berarti mentaati dirinya sendiri. Mentaati hukum moral secara otonom (tanpa dipaksa atau disuruh) sedikitpun tidak merendahkan martabat yang dimiliki oleh manusia. Sebaliknya, hanya kalau manusia berhadapan dengan kewajiban moral manusia dapat menghayati kebebasannya dengan penuh. Karena kebebasan merupakan kemampuan untuk menentukan diri kita sendiri, maka kita pun terbentuk dalam tindakan yang bebas. Dengan melihat bagaimana kita bersikap terhadap kewajiban moral, sekaligus dapat kita lihat orang macam apakah kita ini.
3. Kebebasan mempertebal rasa tanggung jawab manusia. Suasana bebas meninggikan rasa tanggung jawab, sebaliknya kalau tidak ada kebebasan, maka rasa dan kemampuan bertanggungjawab pun akan menyurut. Karena melakukan kewajiban seharusnya tidak hanya disadari oleh susuatu yang diwajibkan (harus dilakukan) melainkan dengan sadar bahwa saya melakukan ini demi suatu kebaikan yang mau dijamin oleh kewajiban itu. Dengan kata lain sikap moral yang dewasa adalah sikap yang bertanggung jawab. Bertanggung jawab agar kita sedapat mungkin mencapai yang baik dan bernilai untuk diri kita sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, kebebasan sangat erat hubungannya dengan tanggung jawab. Tidak mungkin ada tanggung jawab tanpa ada kebebasan dan baru dalam sikap yang bertanggung jawab kebebasan mencapai pelaksanaannya yang menyeluruh.
• Kebebasan sebagai unsur khas manusiawi.
Sudah kita bahas bersama bahwa seorang manusia dikaruniai Tuhan dengan dua anugerah istimewa yaitu akal budi dan kebebasan. Oleh karena itu, akal budi dan kebebasan adalah ciri khas manusia. Kecuali itu, adanya kebebasan memungkinkan manusia untuk melakukan sesuatu dengan sadar, bisa memupuk kesadaran moral dan mempertebal rasa tanggung jawab. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa ternyata kebebasan sesungguhnya dapat memanusiakan manusia itu. Sebab, kebebasan mampu memperkaya kepribadian seseorang dengan kesadaran moral dan tanggung jawab yang tinggi. Bila kita bandingkan dengan makhluk lain (misalnya hewan), ia hanya mempunyai naluri. Oleh karena itu, hewan tidak pernah merasa tahu apakah ia bertindak benar atau salah. Hewan juga tidak pernah bisa bertanggung jawab. Singkatnya bahwa hewan itu tidak akan pernah bisa maju.
• Perlunya pengarahan dan pembinaan kebebasan
Kebebasan perlu dibina dan diarahkan karena:
a.) Kebebasan masih sering disalah-artikan dan disalah-gunakan, padahal kebebasan sangat penting dan berarti dalam perkembangan manusia. Oleh sebab itu, pengertian dan penghayatan yang keliru mengenai kebebasan itu perlu diluruskan dengan pengarahan-pengarahan dan pembinaan-pembinaan yang baik.
b.) Pengaruh lingkungan dan pengaruh zaman dapat mengaburkan pandangan yang tepat mengenai kebebasan, maka kebebasan itu perlu dipelajari, ditafsirkan dan dihayati secara baru sesuai zaman dan lingkungan.
Karena perlunya kebebasan bagi perkembangan hidup manusia maka kebebasan perlu dibina dan diarahkan dengan cara konkret, misalnya:
- menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan orang banyak sehingga mereka dapat belajar bertenggang rasa dengan orang lain. Dengan demikian mereka menemukan kebebasan dan keinginan pribadi dalam kepentingan bersama.
- Mengikutsertakan sebanyak mungkin orang dalam menyusun suatu peraturan sehingga semua orang merasa bertanggung jawab dan juga gembira mentaatinya tanpa merasakan bahwa kebebasannya dibatasi.

Suara Hati

Suara Hati

I. Tiga Lembaga Normatif
1. Institusi Masyarakat (keluarga, sekolah, negara)
Kita belajar dari keluarga, sekolah, negara dan sebagainya tentang apa yang baik dan yang buruk serta nilai-nilai lain. Nilai-nilai ini dibatinkan dalam diri kita dan dikenal dengan superego.
2. Superego
Superego (yang merupakan teori dari Sigmund Freud) adalah perasaan moral spontan di dalam batin kita. (berasal dari nilai-nilai yang diberikan keluarga, sekolah dan sebagainya yang dibatinkan). Superego menyatakan diri dalam perasaan malu dan bersalah yang muncul secara otomatis dalam diri kita apabila melanggar norma-norma yang telah dibatinkan.
3. Ideologi
Ideologi adalah segala macam ajaran tentang makna kehidupan, tentang nilai-nilai dasar dan tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Kekuatannya terletak pada pegangannya terhadap hati dan akal kita. (dalam hal ini nilai-nilai agama juga termasuk di dalamnya).

II. Suara Hati
Suara hati adalah kesadaran moral dalam situasi konkret. Kesadaran akan yang baik dan yang buruk dalam situasi nyata yaitu situasi seseorang berhadapan dengan pilihan-pilihan. Suara hati harus selalu ditaati. Tandanya adalah bahwa kita merasa bersalah apabila kita mengelak dari suara hati meskipun suara hati masih dapat keliru.
Suara hati adalah pusat kemandirian manusia. Tuntutan lembaga-lembaga normatif bisa saja membelenggu fisik kita, tetapi tidak dengan hati kita.
Dengan suarah hati, manusia tidak diizinkan untuk menjadi pembeo atau kerbau yang mudah digiring menurut pendapat orang lain. Suara hati membuat kita sadar bahwa kita selalu berhak untuk mengambil sikap sendiri. Oleh karena itu, suatu perintah melawan suarah hati, dari mana pun datangnya, wajib kita tolak.

• Apakah suara hati sama dengan perasaan?
Suara hati bukanlah perasaan. Suara hati bersifat objektif dan selalu memiliki alasan masuk akal mengapa kita mengikutinya. Sedangkan perasaan adalah penilaian subjektif seseorang terhadap kenyataan tertentu. Oleh karena itu, suara hati masih dapat diperdebatkan, sedangkan perasaan adalah urusan masing-masing orang.
Suara hati menuntut pertanggungjawaban rasional. Maka, penilaian kita perlu terbuka terhadap sangkalan dan tantangan.
Dalam mengambil keputusan pun, sebaiknya kita tidak berpedoman atas dasar pendapat kita saja saat itu, melainkan harus mencari informasi dan pertimbangan yang relevan, terbuka terhadap pihak lain dan menanggapinya.
• Bagaimana mendidik suara hati?
Mendidik suara hati itu dengan membaca banyak buku, belajar dari pengalaman, bertanya kepada orang yang lebih banyak pengalaman (bimbingan rohani) dan lain sebagainya.
• Apakah suara hati sama dengan suara Tuhan?
Suara hati disebut sebagai suara Tuhan karena kemutlakannya. Kita tidak dapat menolak adanya suara dalam hati kita yang berbicara. Senang atau tidak, toh suara hati kita akan berbicara saat kita berada pada suatu pilihan. Dan suara hati itu mengarah kepada sesuatu yang baik.
Namun, suara hati bukan merupakan suara Tuhan karena suara hati itu dapat salah. Tuhan tidak dapat salah. Oleh karena itu, suara hati bukanlah suara Tuhan. Suara hati adalah kewajiban mutlak yang harus kita lakukan. Akan tetapi manusia tidaklah mutlak, hanya Tuhan yang mutlak.

Kamis, 12 Maret 2009

ateisme

Kritik Agama Ludwig Feuerbach (1804-1872)

Feuerbach mendasarkan pemikirannya berdasarkan kritiknya atas pemikiran seorang filsuf bernama Hegel. Menurut Hegel (1770-1831) dalam kesadaran manusia, Allah mengungkapkan diri. Maksudnya begini (dalam kaca mata tafsiran Feuerbach), kita merasa berpikir dan bertindak menurut kehendak atau selera kita tetapi di belakangnya Allah mencapai tujuannya. Meskipun di tingkatannya sendiri manusia bebas dan mandiri, akan tetapi dengan kemandiriannya itu Allah menyatakan kehendaknya. Seakan-akan kita ini wayang, wayang-wayang yang memang dengan kesadaran, pengertian dan kemauan sendiri, namun yang sebenarnya tetap di tangan Allah, Sang Dalang. Jadi Allahlah pelaku sejarah yang sebenarnya tetapi seakan-akan ada di belakang layer. Para pelaku, manusia, tidak sadar bahwa mereka di dalangi olehNya.
Feuerbach mengkritik pemikiran inti Hegel ini. Hegel seakan-akan memutarbalikan fakta bahwa yang nyata adalah Allah (yang tidak kelihatan) dan manusia (yang kelihatan) adalah wayangnya. Padahal yang nyata adalah manusia, sedangkan Allah berada sebagai objek pikiran manusia.
Menurut Feuerbach, pengalaman yang tidak terbantahkan adalah pengalaman inderawi dan bukan pikiran spekulatif. Kepastian inderawi adalah satu-satunya penjelasan yang tidak terbantahkan. Bukan Allah yang menciptakan manusia melainkan manusialah yang menciptakan Allah. Allah-lah ciptaan angan-angan manusia. Agama hanyalah sebuah proyeksi manusia.
Agama bagi Feuerbah mempunyai nilai positif karena merupakan proyeksi hakekat manusia. Dalam agama, manusia dapat melihat siapa dia, misalkan bahwa dia itu kuasa, kreatif, baik, berbelaskasihan dan lain sebagainya. Namun sayangnya manusia tidak sadar bahwa proyeksi itu adalah diri sendiri. Ia begitu terkesan dengan proyeksi itu sehingga menganggapnya sebagai sesuatu yang berada di luar dirinya. Proyeksi itu hakekatnya sangat sempurna (karena manusia selalu mencita-citakan diri secara sempurna). Manusia hendaknya berusaha keras dalam mencapai kesempurnaan itu. Karena merasa tidak mampu dan ingin mengharapkan kesempurnaan akhirnya manusia melekatkan diri ideal itu pada sesuatu yang disebut “Allah”. Ia menyembah Allah agar Allah memberikan kesempurnaan itu. Maka manusia menyembah Allah agar mendapat berkah kesempurnaan darinya. Secara sederhana, dari pada berusaha untuk menjadi seutuh dan sesempurna mungkin, manusia mengharapkan akan menerima keutuhannya dari Allah dan kesempurnaannya di surga. Menurut Feuerbach, hal itu dapat menghalangi manusia untuk bertindak social, oleh karena itu tidak heran jika manusia beragama sering tampak intoleran dan fanatik.
Oleh karena itu, Feuerbah berpendapat bahwa manusia hanya dapat mengakhiri keterasingannya dan menjadi diri sendiri apabila ia meniadakan agama. Ia harus menolak kepercayaan kepada Allah yang mahakuat, mahabaik, mahaadil, dan mahatahu supaya ia sendiri kuat, adil, baik dan tahu.

Tanggapan atas kritik Feuerbach.
Apakah benar bahwa agama tidak lebih dari pada sebuah proyeksi manusia? Ada benarnya karena dalam agama-agama mudah ditemukan banyak unsur yang mencerminkan cita-cita, prasangka, emosi manusia. Banyak hal yang dipercayai dan dilakukan atas nama agama yang sebenarnya tidak ditemukan dalam wahyu aseli agama yang bersangkutan, melainkan interpretasi yang miring atau tambahan kontektual kemudian. Banyak institusionalisasi dalam agama-agama berkembang di kemudian hari. Semua unsur manusiawi itu memang proyeksi manusia. Jadi Feuerbach ada benarnya. Banyak kenyataan dalam hidup umat beragama tidak berdasarkan wahyu dari Allah, melainkan merupakan hasil kreatifitas maupun kepicikan umat yang bersangkutan sendiri.
Tetapi masalahnya apakah agama itu tidak lebih dari proyeksi manusia? Itulah yang tidak pernah dibuktikan oleh Feuerbach. Bahwa dalam agama-agama ada proyeksi manusia, tidak berarti bahwa agama tidak lebih dari pada sebuah proyeksi. Pertanyaan yang tidak diajukan Feuerbach “Apakah ada Allah atau tidak?” Feuerbach belum menyentuh pertanyaan ini. Pengalaman inderawi bukan segala-galanya.
Andaikan Allah ada, sangatlah rasional jika manusia menyembah, memuji serta mohon bantuan Allah. Jika memang Allah ada, tentulah Allah yang mencipta segalanya. Jika demikian, maka menghormati dan menyembah Allah tidaklah menjauhkan manusia dari dirinya sendiri, soalnya dirinya sendiri berdasarkan pada Allah. Ia akan menemukan diri sendiri jika ia menemukan Allah. Maka pernyatan Feuerbach tidak dapat dipertahankan dan dianggap sebagai pernyataan yang sewenang-wenang.

Agama Candu Rakyat : Karl Marx

Marx setuju dengan Feuerbach. Hanya saja menurutnya, Feuerbach berhenti di tengah jalan. Betul bahwa agama hanyalah khayalan manusia tetapi Marx menjelaskan mengapa manusia melarikan diri ke dalam khayalan tersebut. Manusia lari dari kehidupan nyata karena struktur kekuasaan masyarakat tidak mengijinkan manusia untuk mewujudkan kekayaan hakikatnya. Manusia melarikan diri ke dunia khayalan karena dunia nyata menindasnya. Jadi agama adalah protes manusia terhadap keadaannya yang terhina dan tertindas. “Agama adalah realisasi dari hakikat manusia dalam angan-angan karena hakikat manusia tidak mempunyai realitas yang sungguh-sungguh…..Penderitaan religius adalah ekspresi penderita nyata dan sekaligus protes terhadap penderita nyata. Agama adalah keluhan makhluk terdesak, hati dunia tanpa hati, sebagaimana dia adalah roh keadaan yang tanpa roh. Agama adalah candu rakyat.”
Kritik agama tidaklah bermanfaat dan yang diperlukan untuk mengubah dunia adalah mengubah keadaan masyarakat yang membuat manusia lari ke agama. Agama adalah ilusi manusia tentang keadaannya. Oleh karena itu, kritik tidak hanya berhenti pada agama melainkan pada keadaan sosial politik yang mendorong manusia kepada agama. Dengan penindasan, agama seakan-akan melumpuhkan semangat melawan dari kelas-kelas tertindas kepada kelas-kelas atas.

Tanggapan atas kritik Karl Marx.
Ia masih belum menyentuh pada pertanyaan apakah Allah itu ada atau tidak. Ia tidak membuktikan akan ketiadaannya Allah. Kemudian, tidak semua orang beragama menjadikan agama sebagai pelarian dari situasi sosial politik.




Allah Telah Mati : Friedrich Nietzche

“Allah telah mati dan kamilah pembunuhnya.” Mengapa Allah harus dibunuh dan bagaimana pembunuhan Allah dilakukan. Allah sebenarnya tidak dibunuh. Nietzche tidak pernah mau mengatakan bahwa Allah itu ada. Nietzche berpendapat bahwa yang menciptakan Allah adalah manusia. Ia mengatakan bahwa Allah telah mati bukan karena memang Dia pernah ada, tetapi karena diciptakan oleh manusia. Namun menurutnya, Allah pada akhirnya tetap dan harus dibunuh karena sesudah Allah diciptakan manusia, Ia menguasai manusia dan mengasingkannya dari diri sendiri dan dari dunianya. Allah membuat manusia menjadi kerdil dan mengkorupsikan moralitasnya. Allah itu dianggap sebagai kebenaran sehingga manusia hidup dalam kebohongan.
Penilaian Nietzche begitu keras karena baginya agama tak lain adalah pelarian dari dunia yang seharusnya dihadapi (jika ia mau jujur). Agama adalah ciptaan mereka yang kalah, yang tidak berani melawan, dan tidak berani berkuasa. Agama menurutnya adalah sentiment mereka yang dalam hidup nyata itu kalah sehingga mengharapkan bahwa sesudah hidup ini mereka akan dimenangkan oleh kekuatan di alam baka.
Agama itu berkaitan erat dengan moralitas 2000 tahun terakhir yang dicirikannya sebagai moralitas budak seperti kerendahan hati, sikap rela, menerima, kesediaan untuk tidak membalas, menawarkan “pipi kiri” jika ditampar “pipi kanan” dan lain sebagainya. Moralitas ini meluhurkan mereka yang sakit, lumpuh dan kaum gagal. Moralitas itu kemenangan sentimen mereka yang diperbudak atas para tuan mereka karena nilainya justru menjunjung tinggi sifat-sifat para budak (berbahagialah orang miskin dsb). Maka bagi Nietzche, agama dan moralitasnya adalah sosok buruk yang membenarkan semua naluri dekaden (penurunan), semua pelarian dan kelelahan jiwa. Semuanya itu harus ditolak dengan penuh kejijikan oleh semua orang yang masih memiliki harga diri. Oleh karena itu jika manusia mau jujur, ia harus menolak kepercayaan akan Allah.

Tanggapan atas Kritik Nietzche

Struktur kritik Nietzche searah dengan kritik agama Feuerbach dan Karl Marx dan ia tetap tidak dapat menunjukkan atau membuktikan tidak adanya Allah. Ada benarnya bahwa dalam sejarah hidupnya manusia menjadikan Allah atau agama sebagai tameng dari perasaan-perasaannya seperti rasa takut, kecenderungan untuk lari dari tanggung jawab, kecurigaannya, kemalasannya, kelemahannya untuk berusaha berkembang, untuk membuka diri, atau bahkan agama menjadi saluran kebencian kerdil, kekejaman dan kebengisan atau sebagai dalih yang paling mudah untuk bersikap sok tahu, dogmatis, picik, tidak toleran serta lari dari otentisitas diri dan lain sebagainya. Hal itu semua tidak perlu disangkal. Namun apakah kepercayaan kepada Allah hanya itu saja yang berisi tentang pelarian dan kebohongan? Bukankah ada ratusan, ribuan dan bahkan tak terhitung banyaknya orang yang percaya pada Tuhan karena merasa didukung olehNya lalu berani menjadi manusia bagi orang lain dengan gembira, bersedia berkurban dengan tidak menggerutu atau minta belas kasihan. Bukankah agama telah membebaskan tak terhitung banyaknya manusia untuk membuka hati untuk menghadapi realitas hidup dengan segala risiko dan tantangannya tanpa harus menghindar bahaya atau membuat suatu dendam atau kebencian pada orang lain. Manusia beragama seperti itu apakah berhati budak.
Ateisme Sigmund Freud

Freud mengkritik bahwa agama adalah pelarian neurotis dan infantil dari realitas. Dari pada berani menghadapi dunia nyata dengan segala tantangannya, manusia mencari keselamatan dari “Tuhan” yang tidak kelihatan dan tidak nyata. Penuh ketakutan manusia tunduk terhadap sesuatu yang ada kaitannya dengan dunia nyata dan tantangannya. Misalnya, orang tidak dapat berkomunikasi dengan normal, takut tanpa alasan, terus menerus mencuci tangan dan lain sebagainya. Menurut Freud, neurosis dapat terjadi apabila orang bereaksi tidak benar atas suatu pengalaman yang amat emosional dan memalukan. Misalnya, ada anak diperkosa. Karena merasa amat malu, ia waktu itu langsung menyingkirkan kejadian itu dari ingatannya, seakan-akan tidak ada yang terjadi. Tetapi rasa malu yang tertekan seakan-akan ribut terus dalam bagian jiwa tak sadar dan sesudah waktu tertentu akan muncul kembali ke permukaan kesadaran sebagai suatu kelakuan yang aneh, yang tidak dapat diatasinya. Neurosis itu menyebabkan ia tidak dapat mengembangkan diri secara dewasa (berpikir rasional terhadap masalah).
Menurut Freud, neurosis itu berkaitan dengan superego. Superego membonceng suara hati. Superego itu berasal dari apa yang diterima dari norma orang tua dan masyarakat. Superego muncul untuk memberi penilaian dan orang tidak lagi melihat permasalahan secara rasional dan aktual. Penyebab neurosis yang paling penting adalah Kompleks Oedipus yaitu anak kecil laki-laki ingin kawin dengan ibunya, tetapi tidak bisa karena ibu sudah memiliki ayahnya, maka ia ingin membunuh ayahnya, saingannya itu sekaligus dikagumi keperkasaannya. Namun karena keinginan itu ditegur keras oleh superego sebagai buruk dan memalukan, ia tidak menanggapinya, melainkan menyangkalnya. Pengangkalan itulah yang dapat menghasilkan neurosis.
Freud bertolak dari fungsi agama. Agama membuat manusia percaya akan adanya dewa-dewa yang mengatasi ancaman-ancaman alam, membuat orang menerima kekejaman nasibnya dan menjanjikan ganjaran atas penderitaan dan frustrasi yang dituntut dari manusia. Jadi melalui agama, manusia mau melindungi diri terhadap segala macam ancaman dan penderitaan. Namun perlindungan itu hanyalah ilusi. Dewa-dewa bukannya sungguh-sungguh melindungi manusia melainkan hanya diinginkan agar melindunginya. Itulah ilusi dimana ada keyakinan bahwa suatu harapan akan terpenuhi, bukan karena kenyataan mendukung harapan itu melainkan karena orang menginginkannya. Ilusi itu infantile (kekanak-kanakan) karena mengharapkan apa yang diinginkan sungguh-sungguh akan terpenuhi adalah ciri khas anak kecil. Agama membawa orang pada sikap infantil dimana mereka menghadapi permasalahan nyata dengan wishful thinking. Oleh karena itu, agama melumpuhkan manusia. Ia menjadi pasif dengan mengharapkan keselamatan dari Tuhan dari pada mencari jalan untuk mengusahakan sendiri dan mengembangkannya sendiri.

Tanggapan
Apakah semua orang neurosis. Tidak. Ada orang yang dengan beragama dan beriman pada Tuhan semakin bertindak secara rasional dalam menghadapi permasalahan. Ada orang religious yang tidak menunjukkan tanda-tanda neurotik sama sekali. Mereka gembira, bahagia dan terbuka karena beriman. Dalam dunia nyata, sifat infantil memang ada, tetapi tidak semua orang. Ada orang beragama yang berusaha dalam hidupnya untuk meraih mimpi-mimpinya. Freud pun tidak dapat menunjukkan tidak adanya Allah.

Sumber "menalar tuhan" Franz Magnis_Suseno

Kamis, 05 Maret 2009

Selamat datang